Sabtu, 15 Desember 2012

Membongkar Densus 88 Anti Teror


Tragedi 11 September 2001 telah mengubah atmosfer perlolitikan dunia internasional, keruntuhan gedung pencakar langit World Tride Centre (WTC) memulai babak baru petualangan AS dalam berperang, “berburu” teroris.

Perang terhadap teroris pun dikampanyekan “diprovokasikan” oleh AS dan memaksa dunia menentukan sikap diantara dua pilihan, bersama kekuatan baik (good)

atau kekuatan jahat (evil), hitam atau putih, bersama kami “AS” atau bersama “Teroris”, either you are with us or either you are with terrorist”.

Tanpa pikir panjang, jari telunjuk AS langsung mengarah ke Afganistan sebagai negara yang bertanggungjawab atas peristiwa yang menewaskan sekitar 3.000 warga AS.

Walaupun serangan WTC tidak dalam bentuk agresi yang dilakukan oleh negara, dan hanya dilakukan oleh kelompok bersenjata (kelompok terorisme dalam bentuk kolektif) dan sampai saat ini masih menuai kontroversi keabsahan al-Qaidah, AS berhasil berhasil melobi sekutu-sekutunya untuk terlibat dalam proyek berburu teroris yang bercokol di negeri para mullah, Afganistan.

Taliban pun tumban dari pemerintahan Afganistan, korban manusia berjatuhan, situs Wikileas merilis korban meninggal akibat perang Afganistan, dari awal perang sampai Afril 2009, sekitar 20.000 korban jiwa.

Perburuan teroris belum selesai, masih berlanjut, 2003 AS, mengarahkan moncong senapannya ke Negeri 1001 Malam Irak, serangan ke negeri yang kaya minyak ini juga didasarkan asumsi, Irak memiliki senjata pemusnah massal yang sampai saat ini, tidak bisa dibuktikan kebenarannya oleh AS.

Saddam Husain pun runtuh dan berakhir di tiang gantungan. Korban rakyat sipil yang tak berdosa harus bergururan dengan percuma. Angka korban meninggal sejak Irak terlibat perang sampai Afril 2009, mencapai angkah yang mencengangkan, 109,032 jiwa, 66% yang meninggal adalah warga sipil, dengan jumlah rata-rata yang meninggal tiap harinya sekitar 30 orang.

Dua negara tersebut di atas tidak bisa dipungkiri adalah negara muslim dan berada di kawasan yang diistilahkan oleh AS dengan kawasan Timur Tengah (Syarq Al-Ausath), lalu bagaimana dengan kawasan Asia Tenggara yang diistilahkan sebagai “The Second Front Of Terorism”, yang juga berpenduduk mayoritas muslim (Indonesia dan Malaysia)?.

Ada beberapa alasan yang mungkin menjadikan Asia Tenggara menjadi fokus AS dalam memberantas terorisme, antara lain:

1. Seperti yang diberitakan, ada koneksitas antara Asia Tenggara dengan serangan 11 September. Beberapa pembajak, termasuk petinggi-petingginya yaitu Muhammad Atta dan Zacarias Moussaoui yang sejauh ini diklaim AS memiliki keterlibatan dengan serangan11 Septermber.

2. Sebelum serangan 11 September terjadi, AS memperingatkan mengenai operasi kelompok-kelompok diangkapan militan di kawasan Asia Tenggara, termasuk beberapa diantaranya memiliki hubungan dengan jaringan Al-Qaedah, antara lain Al-Maunah (Malaysia), Laskas Jihad (Indonesia), MLF Filipina (Moro Liberation Front).

3.Asia Tenggara adalah rumah dari umat Islam, di mana Indonesia dan Malaysia meyoritas berpenduduk Muslim.

Dengan ketiga faktor diatas, kemudian dengan peristiwa Bom Bali-Indonesia. 12 Oktober 2002, memperkuat kesan bahwa Asia Tenggara akan menjadi kawasan penting dalam “perburuan” AS memperluas hegemoninya dengan instrument “war on terrorisme”.

Densus 88 Anti Teror dan Penanganan Terorisme di Indonesia

Detasemen Khusus 88 Anti Teror atau Densus 88 adalah unit satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penanggulangan terorisme di Indonesia. satuan khusus yang berkapasitas 400 personel ini mendapat pelatihan khusus dari mantan pasukan khusus AS dari FBI, CIA, dan U.S Secret Service. Satuan ini diresmikan oleh Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Firman Gani pada tanggal 26 Agustus 2004.

Detasemen berlambang burung hantu ini, personelnya direkrut dari polisi-polisi terbaik dari seluru Indonesia. Untuk mendukung operasional kerja anggota Densus 88, Detasemen ini dilengkapi dengan persenjataan lengkap dari AS, seperti senapan serbu Colt M4, senapan serbu Steyr AUG, HK MP5, senapan penembak jitu Armalite AR-10, dan Shoghun Remington 870, bahkan dikabarkan satuan ini akan memiliki pesawat C-130 Hercules sendiri untuk meningkatkan mobilitasnya.

kinerja Densus 88 banyak dipertanyakan di kalangan pengamat hukum dan masyarakat, dan banyak melihat Densus sering melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan hukum (unprosedural) serta kurang bisa berkoodinasi dengan lembaga TNI dan BIN. Bukti yang paling nyata adalah kasus penanganan teorisme di Medan (Sumatera Utara) baru-baru ini.

Dengan dipimpin langsung oleh Kalakhar BNN Komjen Gories Mere, Densus 88 Anti Teror ( yang sebenarnya sudah dibubarkan) menyerbu Bandara Polonia Medan tanpa mau melakukan koordinasi dengan TNI Angkatan Udara yang menjadi Tuan Rumah di Bandara Polonia Medan. Densus 88 Anti Teror pimpinan Gories Mere dikecam oleh TNI AU pasca penyerbuan Bandara Polonia Medan, TNI AU melayangkan surat protes secara resmi ke Polda Sumut.

Besarnya gelombang protes dan keluhan dari publik terhadap kinerja Densus 88, adalah bukti lain terhadap buruknya kinerja Densus 88, Keluhan-keluhan tersebut berupa tindakan salah tembak yang telah berulang berkali-kali, penangkapan yang keliru, dan proses persidangan yang didramatisir.

Dan Jika hal ini tidak segera dibenahi maka densus yang sejatinya memberikan rasa keamanan bagi masyarakat malah menjadi momok yang menakutkan di mata masyarakat, dan tak ubahnya dengan teroris bertopeng aparat hukum dan menjadi “teror Negara” kepada masyarakatnya.

Setidaknya, ada beberapa hal yang dipertanyakan publik, terkait penangkapan yang tak sesuai prosedur hukum, tembak mati terhadap mereka yang terduga teroris, hingga persidangan yang penuh rekayasa. Tak terkecuali, keberadaan senjata yang ditemukan polisi di Tempat Kejadian Peristiwa (TKP), dan tudingan polisi terhadap aktivis Islam tertentu, atas sangkaan memberi bantuan pendanaan bagi teroris.

Kasus salah tangkap misalnya terjadi saat sejumlah aktifis pengajian Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) di Pejaten, pasar minggu, Jakarta Selatan. Dari seluruh aktifis yang ditangkap kemudian dibebaskan karena tidak memiliki bukti yang kuat adanya keterlibatan tindak pidana teroris. Maka tidak salah kalau kemudian pihak TPM mengatakan kalau penangkapan di Pejaten penuh dengan rekayasa dan didramatisir.

Kontroversi lain dari tindakan Densus 88 adalah menembak mati (extra judicial killing) terhadap mereka yang diduga teroris. Padahal masih dugaan, bukan tersangka apalagi terdakwa. Eksekusi di Cawang misalnya, dari tiga yang tertembak, dua dikenali, seorang lagi tidak dikenali identitasnya.

Pertanyaannya, kalau belum dikenal, mengapa mereka dianggap teroris dan langsung ditembak mati. “Jika cara-cara seperti diteruskan, maka akan semakin banyak orang tak bersalah yang menjadi korban” kata koordinator TPM Mahendradata (Majalah SABILI NO 24 TH XV11 24 Juni 2010).

Tren menembak mati juga merambah pada orang-orang yang selama ini tidak dikenal sebagai teroris. Sebut saja kasus penyerbuan terhadap perangkai bunga Hotel Ritz Carlton, Ibrahim, di dusun Beji, Desa Kedu, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Penyerbuan yang berlangsung selama 17 jam pada 7 Agustus 2009 itu, awalnya di dalam rumah itu diduga terdapat gembong teroris nomor satu Noodin M Top.

Ternyata, setelah rumah itu hancur lebur, di dalamnya hanya ditemukan sesosok mayat si perangkai bunga yang malam itu. Ibrahim pun dilegitimasi oleh Mabes Polri sebagai anggota jaringan teroris tanpa ada pembuktian secara hukum (Majalah Sabili No. 6 TH XV11 4 November 2010). Begitupun dengan kejadian penembakan orang shalat di rumah Ust. Khairul Ghazali di Jl Bunga Tanjung, Sumut, Ahad malam (19/92010).

Menurut Adnan Buyung Nasition, tindakan salah tembak Densus ini tidak sesuai dengan falsafah doktrin polisi dan tidak sesuai dengan hukum, sebab tugas polisi adalah menangkap dan menyerahkannya ke pengadilan, dan nanti pengadilan yang memberikan hukum dan vonis. Kalaupun terjadi perlawanan polisi atau densus hanya diperkenankan melumpuhkan dan tidak mematikan. Ujarnya saat ditanya oleh detik.com Jumat(12/3/2010).

Kejanggalan lain, juga diungkapkan Presidium Mer-C Jose Rizal Jurnalis, terkait latihan militer di Aceh. Awalnya, orang dikumpulkan untuk berjihad ke Palestina. Lalu datanglah Sofyan Sauri dari Brimob untuk melatih mereka, meski tidak ada pemberangkatan ke Pelestina. Tak lama kemudian, Sofyan kontak dengan orang-orang yang sudah dilatihnya untuk datang ke Jakarta.

Anehnya, Sofyan Sauri berhasil membawa orang-orang ini untuk berlatih menembak peluru tajam di Mako Brimob Kelapa Dua-Depok. “Coba bayangkan, Sofyan Sauri yang dikatakan disersi Brimob berhasil membawa orang-orang ini berlatih menembak di Mako Brimob. Jadi peristiwa Aceh ini direkayasa, untuk bargaining position dengan Amerika, termasuk mengalihkan perhatian dari kasus Century,” kata Jose Rizal. (Majalah SABILI No 24 TH XVII 24 Juni 2010).

Begitu juga dengan kasus penangkapan Ust. Abu Baasyir, yang penuh dengan rekayasa dan didramatisir.

Kepala Divisi HAM Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Ahmad Irwandi Lubis menegaskan, upaya hukum yang dilakukan Densus tidak boleh dengan cara yang justru melanggar hukum, apalagi menafikan Hak Asasi Manusia (HAM).

Hal itu diperlukan karena selain menjunjung asas praduga tidak bersalah (Presumtion Of Innocence), upaya pemberantasan terorisme juga harus bisa dipertanggungjawabkan di hadapan hukum dan masyarakat. Fenomena ini lanjut –menurut Irwandi- menunjukkan bahwa cara kerja Densus 88 sangat membabi buta dan dan unprosedural sehingga berimplikasi pada pelanggaran hukum.

Bahkan dalam pandangan Komisioner Komnas HAM Dr. Saharuddin Daming SH MH, memilih menghabisi tanpa putusan pengadilan yang berketetapan hokum tetap, Densus telah melakukan pelanggaran HAM berat. ”penjelasan pasal 104 UU N 39 Tahun 1999 tentang pelanggaran HAM berat adalah pembunuhan secara sewenang-wenang di luar hukum (Arbitrary/extra judicial killing” tandasnya. (Majalah SABILI No 24 TH XVII 24 Juni 2010).

Dana Asing Untuk Densus 88

Selain mendapat pelatihan langsung dari AS, Densus juga mendapat kucuran dana langsung dari AS. Dalam situs World Policy Institut dimuat sebuah laporan mengenai bantuan AS ke Negara-Negara Asing paska peristiwa 11 Semptember (U.S. Military Aid and Arms Transfers Since September 11), Indonesia tepat berada di bawa India dan Pakistan sebagai negara penerima suntikan dana dari AS.

Menurut sumber World Policy Institut, Indonesia tahun 2006 mendapat kenaikan bantuan dari program IMET (International Military and Education Training) sebanyak 800.000 dolar AS yang pada tahun 2004 Indonesia hanya mendapat bantuan sebesar 459.000 dolar AS dan Indonesia menerima bantuan 70 juta dolar AS dari Dana Bantuan Ekonomi, dan 6 juta dolar AS untuk dana anti-terorisme sebagai dana awal dari 12 juta dolar AS.

Hal yang sama juga terjadi pada negara tetangga yang menjadikan negaranya sebagai pangkalan militer AS di Asia Tenggara, Filipina, dengan imbalan bantuan dana yang sangat besar dari AS. Dalam laporan yang sama Filipina menerima antara tahun 2001 sampai 2005 total sebesar 157.300.000 dolar AS, untuk program FMF (Pendanaan Militer Asing/Foreing Militery Financial) sebanyak 145.800.000 dolar AS, dan 11.500.000 juta dolar AS untuk IMET (Bantuan Pelatihan Militer /International Military and Education Training).

Tahun 2006 Manila menerima bantuan FMF 20 juta dolar AS, dan 2.9 juta dolar AS untuk program IMET. Hal ini dilakukan AS untuk membantu Filipina dalam memberantas Pejuang Muslim Moro MLF (Moro Liberation Front) yang dituduh teroris oleh AS.

Sementara sumber East Timur, menyebut Lembaga-lembaga AS yang memberikan bantuan dana Asing dengan program pemberantasan terorisme, lembaga tersebut antara lain.:

Regional Defence Counterterorrorisme Fellowship Program/Regional Defense Combanting Terrorism Program (CTFP/Program Mememerangi Terorisme dan Pertahanan Regional). Lembaga ini memberikan bantuan dari tahun 2002 sampai dengan 2004, Indonesia telah menerima dana CTFP dalam jumlah melebihi Negara-negara penerima lainnya dan dua kali lebih besar daripada Filipina sebagai penerima terbesar urutan kedua.

Di tahun 2005 Indonesia menerima sebesar 878.661 ribu dolar AS dana CTFP, dan tahun 2006 sebesar 715.844 ribu dolar AS, dan untuk tahun 2007 sebesar 525.000 ribu dolar AS.

NADR: Non-proliferation, Anti-terrorism, Demining, and Related Programs (Non-Proliferasi, Anti-Terorisme, Pembersihan Ranjau dan Program Terkait), Lebih dari 30 juta dolar AS telah dialokasikan bagi Indonesia sejak tahun 2002. Unit kepolisian Detasemen 88, unit Kepolisian khusus yang didirikan dengan pengawasan dari pemerintah Amerika Serikat dan dilatih dengan pendanaan dari ATA.

Di tahun 2005 Indonesia menerima sebesar 275.000 dolar AS melalui dana NADR-EXBS dan pada tahun 2006 Indonesia menerima dari dana program yang sama sebesar 450.000 dolar AS, dan untuk tahun 2007 Indonesia menerima sebesar 1.180.000 dolar AS, dan tahun 2008 sebesar 465.000 dolar AS. (http://www.etan.org/news/2007/)

Harian The Age dan Sydney Morning Herald, juga menyebutkan, pemerintah Australia telah mengucurkan dana sebesar 40 juta dolar AS untuk pemberantasan terorisme, sedangkan 16 juta dolar AS diantaranya, rutin dikucurkan Australia setiap tahunnya kepada Densus 88 untuk agenda yang sama, bahkan untuk tahun 2004 bantuan itu meningkat 20 juta dolar AS per tahun. (Sabili Edisi November 2010).

Direktur Eksekutif Center For Indonesia Reform (CIR), Sapto Waluyo membenarkan fakta adanya bantuan dana asing yang mengalir ke kantong Densus, menurutnya beberapa waktu lalu, Human Rights Watch mendesak Pemerintah Australia menghentikan bantuan kepada Densus, hal ini dilakukan karena Densus dinilai melanggar HAM saat menangkap aktifis politik di Maluku dan Papua.

Dan dengan derasnya bantuan dana asing yang masuk ke kanton densus, ditambah dengan minimnya prestasi dan citra yang kurang baik dimata masyarakat, Densus mengajukan penambahan anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sebelumnya Asisten Kapolri Bidang Perencanaan Anggaran Irjen Pol Pudjianto mengajukan anggaran operasional sebesar 30 triliun. Alokasi antara lain rp 58,3 miliar untuk dana alut dan alsus menangkal terorisme dan transnasional crime serta mencegah kejahatan terorganisir bersenjata api, dan Rp 30 miliar untuk dukungan operasional Densus. (Sabili edisi November).

Besarnya bantuan dan peran AS dan pihak Asing dalam tubuh Densus, menjadikan Densus terbelenggu oleh pesanan dan keingann pihak Asing. hal itu nampak dari kelakuan "intimidasi" Densus yang tidak berpihak kepada rakyatnya sendiri (umat Islam, dan lebih manut kepada keinginan pihak Asing yang memiliki pandangan stigmatisasi Islam sebagai teroris, radikal, dan fundamentalis, yang kemudian berkembang menjadi "teror negara" terhadap dunia pesantren dan masyarakat Islam.

Issu terorisme bukanlah permasalan pokok yang dihadapi dunia saat ini, issu terorisme yang dikampanyekan AS hanya wajah baru untuk menancapkan hegemoni AS dan melebarkan kekeuasaan dan pengaruhnya melalui penyebaran militernya. Hal pokok yang menjadi ancaman saat ini adalah ancaman kebodohan, kemiskinan, dan ketidakadilan yang melanda dunia saat ini. Indonesia sebagai negara yang memiliki kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif tidak bisa mandiri bertindak sebagaimana di era Bung Sukarno yang berani berteriak kepada Amerika " go to hell with your aids", selama negara ini masih tergantung oleh bantuan Asing.

#Pernah dimuat di buletin Sinai Mesir

Sabtu, 08 Desember 2012

Sejarah milisi Zionis: Menachem Begin (Irgun Zvei Leumi)



12 Juni 2011 oleh Amy Zalman, Ph.D.

Ketenaran Begin dapat ditemukan dalam karir terorisme yang luar biasa dan kenegarawanan sebagai pemenang Hadiah Nobel Perdamaian. Banyak yang percaya bahwa serangan yang dilakukan di bawah kepemimpinan Begin dari milisi Yahudi, Irgun, membantu mempercepat penarikan Inggris dari mandat Palestina, dan pembentukan negara Yahudi Israel.

Pelabelan Begin sebagai teroris yang didasarkan pada kegiatan melawan pemerintah Inggris di Palestina pada pertengahan 1940-an. Mungkin mengejutkan, itu adalah yang pertama kalinya Inggris memberi label Begin sebagai seorang teroris. Label ini kehilangan banyak kekuatannya di akhir 1970-an, ketika Begin menjadi perdana menteri Israel. Hari ini, apakah dia seorang teroris atau tidak masih diperdebatkan.
Tujuan:

Untuk menghilangkan kehadiran Inggris di Palestina dan mendirikan sebuah negara Yahudi yang merdeka.

Tujuan Begin dalam konteks sejarahnya, tahun 1940-an di Palestina (saat ini negara Israel dan wilayah Palestina). Pada waktu itu, Palestina merupakan koloni kuasi-independen Inggris, itu dihuni oleh orang-orang Arab Palestina dan oleh peningkatan jumlah orang-orang Yahudi Eropa. Beberapa orang Yahudi datang karena komitmen ideologis mereka untuk sebuah negara Yahudi, dan yang lainnya yang melarikan diri dari kejaran nazisme yang telah menyebar di eropa.
Para pemimpin Zionis memegang ide yang berbeda tentang bagaimana untuk mencapai tujuan mereka. Zionis revisionis, seperti Begin, adalah ekstremis nasionalis yang meyakini kekerasan dibenarkan untuk menciptakan sebuah negara. Begin fokus pada usaha memaksa Inggris untuk menarik pasukan mereka dari Palestina, dan menganggapanggap taktik gerilya dan teror adalah jalan yang sah untuk mencapai tujuan ini.

Serangan Terkemuka:

Irgun, sebuah milisi Zionis, melakukan serangan-serangan selama di bawah komando Begin:

Februari 1944: Pemboman kantor imigrasi yang dijalankan oleh pemerintah Inggris. Tiga serangan simultan yang dilakukan terhadap kantor cabang di Yerusalem, Tel Aviv dan Haifa melambangkan kemarahan Irgun atas kebijakan Inggris membatasi imigrasi Yahudi. Tidak ada korban jiwa.
Juli 1946:Meledakkan hotel King David. Hotel mewah di Yerusalem yang juga merupakan pusat komando militer Inggris dan administrasi pemerintahan. serangan itu meratakan gedung dan menewaskan 91 orang.

Kunci Pengaruh:

Begin tertarik pada Zionisme dimasa kecilnya di Rusia. Ayahnya, seorang Zionis berkomitmen, mempengaruhinya agar menjadi zionis tulen.Begin bergabung dengan gerakan Betar, sebuah organisasi Zionis Revisionis didirikan pada tahun 1923, ketika ia berusia 16 tahun. (Betar adalah singkatan yang dibuat dari nama Ibrani nya, Brit Yosef Trumpeldor.)

Zionisme revisionis difokuskan pada pembentukan negara Yahudi di Palestina merdeka di kedua sisi Sungai Yordan. Zionisme Revisionis dapat dibedakan dengan bentuk nasionalisme yahudi yang lebih dominan pada pergantian abad ke-20, Zionisme Buruh, yang berusaha untuk menggunakan cara-cara diplomatik dan non-kekerasan untuk mendirikan negara. Pada 1930, Zionis Revisionis main mata dengan Fasisme sebagai cita-cita politik (dan sebagai penyeimbang Marxisme dan sosialisme, yang mereka tidak suka).

Latar Belakang Keluarga & Kehidupan Politik:

Begin lahir pada tahun 1913 di kota Lithuania Brest-Litovsk. Ia dididik sebagai anak di sebuah yeshiva (sekolah menggabungkan topik Yahudi tradisional dan mata pelajaran sekuler). Dia adalah seorang pemimpin dari Betar di Polandia pada saat Perang Dunia II dimulai. Ia ditangkap oleh Soviet dan dikirim ke kamp tahanan Siberia. Ia tiba di Palestina dengan tentara Polandia pada tahun 1942, kemudian diangkat menjadi pemimpin Irgun.

Setelah berdirinya Israel pada tahun 1948, Begin mendirikan partai politik sayap kanan, Herut. Pada tahun 1977, ia menjadi perdana menteri Israel. Dia sering disebut sebagai kepala negara pertama dari kalangan non sosialis. Dia juga menjadi pemimpin Israel pertama yang menandatangani perjanjian damai dengan negara Arab, Mesir. Pada tahun 1978, ia dan Presiden Mesir Anwar Sadat yang bersama-sama dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian. begin mengundurkan diri sebagai perdana menteri pada tahun 1983.

Begin menikahi Aliza Arnold pada tahun 1939. Dia meninggal pada tahun 1982.
Organisasi Afiliasi:

Begin, dalam masa hidupnya didedikasikan untuk kegiatan gerilya, berafiliasi dengan sebuah organisasi bernama Irgun Zvai Leumi (Organisasi Militer Nasional), yang ia pimpin dari 1944 sampai 1948. Zionis revisionis yang percaya bahwa sikap militan dan kegiatan teroris adalah cara yang sah untuk mencapai tujuan politik mereka mendirikan Irgun pada tahun 1931. Mereka dapat dilihat dalam banyak pola yang sama dengan kelompok lain yang telah menggunakan taktik teroris untuk mengusir penjajah yang asing.
Begin dan Irgun

Begin tiba di Palestina pada tahun 1943 sebagai anggota dari tentara Polandia dan pendatang baru di Irgun, yang telah tanpa pemimpin selama hampir satu tahun. Pada akhir tahun, Begin terpilih menjadi Panglima organisasi. Keputusan pertama adalah untuk mendeklarasikan perjuangan bersenjata melawan pemerintah Inggris.

Pemberontakan dimulai pada tanggal 1 Februari, 1944 ketika Irgun membukukan salinan deklarasi pemberontakan di dinding Yerusalem. Kegiatan Irgun melawan Inggris berakhir ketika kepemimpinan bertindak dari Yishuv membuka "musim berburu" pada anggotanya. Banyak yang ditangkap, ditahan dan beberapa dideportasi ke Afrika untuk ditahan. Pada tahun 1945, Haganah, Irgun, dan organisasi lain berkomitmen untuk taktik teroris, Gang Stern (Lehi), bergabung dalam perjuangan militer melawan Inggris.

Begin meninggal karena gagal jantung pada tahun 1992, di Israel.

Logo Ades Terbaru Lambang Bintang David?



Ades merek air minum kemasan milik The Coca Cola Company meluncurkan kemasan baru yang diklaim lebih ramah lingkungan (18/4). AdeS adalah merek dagang air minum tersedia di Indonesia. The Coca Cola Company mengakuisisi air merek Ades kemasan sebesar $ 20 juta pada tahun 2000 sebagai bagian sebesar $ 45 juta investasi di negara itu sejak tahun 1999 di bawah
International Tbk PT Akasha Wira.


Kemasan Ades ini berubah warna dari warna dasar biru muda dan tepi biru tua menjadi warna dasar putih dengan tepi hijau. Logo Ades juga berubah, yakni menjadi gambar daun dan berwarna hijau yang berbentuk seperti kincir. Jika kita memutar logo Ades terbaru maka akan kita dapatkan sebuah logo bintang david (detail bisa dilihat di gambar).

The Coca Cola Company merupakan perusahaan air minum yang berbasis di Amerika. The Coca Cola Company mengklaim 1,7 miliar produknya terdistribusi di 200 negara dalam sehari.

Saat ini, The Coca-Cola Company memiliki nilai portfolio US$ 15 miliar di seluruh dunia dan mempekerjakan 700.000 karyawan di seluruh dunia. Coca-Cola masuk ke Indonesia sejak tahun 1927, dan diproduksi secara lokal pertama kalinya tahun 1932.

Saat ini, Coca Cola Amatil Indonesia, cabang dari The Coca Cola Company memiliki sembilan pabrik di Indonesia. Sedangkan air mineral Ades diproduksi di pabrik Coca-Cola Amatil Indonesia di Cibitung.

Sebelumnya juga pernah diberitakan bahwa terdapat pesan anti Islam dalam logo Coca Cola, yang jika logo Coca Cola dilihat melalui cermin maka akan terbaca sebagai tulisan arab yang berbunyi "La Muhammad la Makkah" yang dalam bahasa Indonesia berarti "Tidak untuk Muhammad. Tidak untuk Mekkah".

Tidak hanya itu, Institut Riset Media Timur Tengah (MEMRI) juga pernah merilis pernyataan berbahasa Inggris yang diberikan oleh seorang pemuka Islam di Mesir, dimana dijabarkan bahwa PEPSI sebenarnya adalah kepanjangan dari "Pay Every Penny to Save Israel" atau "Sumbangkan setiap penny untuk menyelamatkan Israel." [wiki/kntn/al-khilafah.org]
"

Dekrit Presiden Mursi dan Penyelamatan Revolusi


Cerita revolusi 25 Januari belum usai. Terpilihnya Dr.Mohammed Morsi sebagai presiden Mesir pertama yang diusung aspirasi rakyat bukan berarti semua permasalahan selesai dan Mesir bangkit dari keterpurukan khususnya ekonomi. Tidak. Cerita belum usai. Posisi Mursi saat ini belum kokoh sehingga dia bisa memutukan banyak hal.

Keberhasilan Ikhwanul Muslimin -yang pada era Mubarak menjadi oposisi dan dikejar-kejar- menduduki posisi pemerintahan telah membuat kroni-kroni Mubarak sakit hati. Dengan segala kebenciannya mereka merencanakan strategi untuk memandulkan peran presiden dan menimbulkan ketidakpercayaan rakyat. Inilah dekrit yang dikeluarkan Dewan Militer 17 Juni 2012 yang berisi poin-poin pembatasan wewenang presiden sekaligus menjadikan militer pemegang kebijakan tertinggi. Dekrit ini keluar pada detik-detik penghitungan suara putaran kedua. Presiden belum ada. Ini adalah tantangan pertama yang menghadang presiden baru Mesir.

Setelah Mursi dinyatakan keluar sebagai pemenang, di tengah suka cita jutaan rakyat Mesir pro-revolusi muncul harapan baru yang kian benderang di hadapan bangsa Mesir. Mereka akan melihat para diktator dan koruptor mendekam di penjara dan dmeja hijaukan. Mesir baru telah lahir.

Namun kemanakah arah Mesir baru? Benarkah akan berdiri rezim Ikhwan menggantikan Mubarak? Inilah desas-desus yang digaungkan oleh kelompok kiri (liberal) yang tak menginginkan Ikhwan menduduki pemerintahan. Ini tantangan baru bagi Mursi setelah kroni-kroni Mubarak.

Sederetan isu-isu kontroversial pun mulai digencarkan dengan tujuan menghilangkan kepercayaan rakyat pada pemerintah. Mereka bergerak di lapangan menghembuskan isu-isu miring dan riak-riak penentangan terhadap pemerintah. Sementara kaki tangan rezim yang masih bercokol di pemerintahan dan posisi-posisi strategis terus bekerja mengacaukan proses perjalanan demokrasi. Mereka tak memperlihatkan keseriusan dalam menangani permasalahan yang ada. Jika hal ini dibiarkan maka peluang oposisi untuk menggerakkan rakyat akan besar. Mesin politik Ikhwanul Muslimin -Partai Kebebasan dan Keadilan- sebagai pengusung Mursi tidak akan sanggup menghadapi jika kekuatan luar berhasil disatukan oleh oposisi.

Satu-satunya usaha yang efektif dilakukan oleh Mursi adalah memaksimalkan kerja lembaga-lembaga negara, dari kementrian hingga kehakiman. Seluruh pengaruh rezim haris dicabut hingga akar-akarnya hingga lembaga-lembaga ini bisa berjalan dengan maksimal sesuai tujuan revolusi.

Tapi kenapa Mursi tidak melakukan hal ini di awal-awal pemerintahannya?

Ada banyak alasan kenapa sampai hari ini Mursi masih membiarkan sisa-sisa rezim di beberapa posisi. Di antaranya adalah faktor realitas.Tidak mudah mencabut pengaruh yang sudah mengakar selama puluhan tahun. Mereka telah menguasai banyak lini kehidupan. Selain itu Mursi tidak ingin memperlihatkan kesan balas dendam. Baginya yang terpenting selama memiliki itikad baik untuk perbaikan dan bisa bekerjasama tak ada salahnya, mengingat pengalaman mereka di posisi tersebut. Mursi masih memberi kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan mau beritikad baik.

Namun setelah berjalan beberapa waktu belum terlihat perkembangan ke arah positif. Justru riak-riak di lapangan semakin kuat. Mursi bisa membaca ada gelagat tidak baik yang membahayakan stabilitas negara khususnya menjelang penyelesaian konstitusi baru negara. Hingga menuntut adanya sebuah kebijakan yang mengikat dan memotong langkah pihak-pihak yang berpotensi merusak proses kebangkitan ini.

Dekrit 22 November 2012.

Di tengan geliat politik yang mulai memanas terutapa dari kalangan oposisi dan tidak efektifnya peran lembaga-lembaga negara khususnya peradilan, Mursi akhirnya mengeluarkan Deklarasi Konstitusi (dekrit) sebegai langkah penjagaan atas revolusi.

Reaksi pro-kontra pendukung dan penentang pun mewarnai jalanan Mesir. Menyambut reaksi ini, sehari setelanya Mursi menyampaikan pidatonya didepan jutaan massa di depan Istana Kepresidenan Etihadiyah.

Beberapa kekuatan politik menilai pidato Mursi di depan Istana Etihadiyah pada Jum'at lalu (23/11) membawa 10 pesan penting untuk rayat Mesir. Dr. Najih Ibrahim -salah satu pendiri Jama'ah Islamiyah- menilai -sebagaimana dimuat Harian Al Huriyyah wa Al Adalah- pidato Mursi ini itujukan kepada seluruh rakyat Mesir tanpa pengecualian termasuk para penentang yang ada di Tahrir. Di antara 10 pesan tersebut antara lain:

Dekrit yang dikeluarkan tersebut hanya bersifat sementara (2 bulan) guna menjaga stabilitas negara.
Mursi adalah presiden untuk seluruh rakyat Mesir.
Penghormatan terhadap lembaga kehakiman
Penghargaan terhadap oposisi
Mengungkap mereka yang keluar dari Dewan Konstituate
Menyingkirkan rezim dari lembaga negara
Menindak tegas pihak-pihak yang menginginkan kerusakan
Siapapun berperan dalam revolusi
Siapap tak luput dari hukum
Membedakan kebebasan beraspirasi dengan aksi pengrusakan

Wakil Presiden Partai Asholah, Mamduh Ismail menilai pidato Mursi kali ini cukup tegas dan keras, berbeda dengan pidato-pidato sebelumnya yang cenderung lunak dan santun. Tapi sikapnya ini dibutuhkan untuk mengatasi konsidi. Dekrit 22 Noveber 2012 merupakan pesan tegas kepada rezim-rezim yang masih "bermain" di lembaga pemerintahan.

Sementara Tariq Malat-Jubir Partai Wafd- menilai pidato merupakan ungkapan seorang negarawan untuk bangsanya terlepas dari unsur-unsur politis.

Terlepas dari pandangan dan sikap pro dan kontra yang ada, dekrit ini menunjukkan keseriusan Mursi untuk menyelamatkan revolusi 25 Januari yang telah diperjuangkan dengan darah pejuang. Ini adalah langkah tegas dan konkrit untuk mengatasi keadaan. Dekrit ini dengan sendirinya mengungkap siap yang memiliki itikad baik untuk Mesir dan siapa yang hanya bertopeng di balik posisi. Deklarasi konstitusi ini akan mengeluarkan para tersangka dari pesembunyiannya.

Selama ini Mursi masih mendiamkan, memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan menunjukkan itikad baiknya untuk masa depan Mesir. Jika tawaran ini tidak diterima maka revolusi akan tetap bekerja dengan sendirinya.